Antri
membentuk 10 Karakter Pribadi
Pernahkah
anda antri ?
Tidak
semua orang suka ber-antri ria. Dan tidak semua orang bisa merasakan antri
sebagaimana santri yang setiap saat harus menjalaninya walau sudah banyak
fasilitas yang di sediakan. Budaya antri bagi santri bukan hal yang asing apalagi
istimewa, sebab setiap aktifitas yang di realisasikan sehari hari hampir
semuanya dilalui dengan antri terlebih dahulu. Mulai dari bangun tidur, mandi,
makan, cuci tangan cuci baju, walau dalam pagi-pagi buta sudah siap tetapi
tetap harus antri saja kecuali yang benar-benar datang pertama – for the fast.
Sholat subuh sebagai moment pertama atau kedua setelah bangun pagi yang diawali
dengan wudhu – di tempat inipun banyak yang tidak lolos dari antri. Mengaji
pagi dengan sistem sorogan atau
bandongan juga antri nunggu gilirannya.
Konsumsi
pagi sampai malam hampir semua pesantren baik yang salaf maupun yang modern
saat ini telah banyak menerapkan sistim kos dimana santri tanpa harus
repot-repot masak sendiri akan tetapi telah terpenuhi kebutuhan pokoknya lewat
jasa indekos makan dimana hal ini santri harus mengikuti menegement yang telah
di atur oleh pihak pesantren, ada pesantren yang menyediakan kantin dimana semua
santri bisa memenuhi kebutuhannya di kantin tersebut atau langsung sistim kos
yang di kelola oleh pengurus atau pengasuh pesantren. Sebelum berangkat ke
madrasah atau sekolah formal (bagi yang sekolah) santri akan antri kamar mandi
kemudian mengambil konsumsi, yang semuanya diwarnai dengan antri.
Takjubnya
lagi rutinitas antri ini telah menjadi
budaya santri yang tidak tertulis namun tertib untuk dilaksanakan dan lewat
antri ternyata mampu membentuk karakter santri. Sebulan – dua bulan, setahun –
tiga tahun bisa jadi ada yang enam tahun bahkan lebih rutinitas antri akan
menghiasi hari-hari santri selama hidup di pesantren, karena antri sehingga
yang dialami santri otomatis tidak akan sama dan secara tidak langsung
membimbing santri untuk latihan sabar, solidaritas-tasamuh, saling tolong
menolong-ta’awun, sehingga tanpa terasa karakter itu akan terbentuk pada jiwa
santri, walau tidak semua santri mampu mengambil pelajaran dari antri namun
suatu saat ketika bersosial dengan masyarakat luas, santri akan lebih mampu
bersikap sebagaimana karakter yang terbentuk sebelumnya. Kondisi antri ini
tidak hanya hadir ketika akan memakai fasilitas pesantren saja bahkan fasilitas
milik pribadipun bisa di antri teman teman sesama santri.
Dalam
ber-antri seseorang harus berlaku sabar sampai datang waktu gilirannya tanpa
ada ulah mengeluh, berontak apalagi protes minta duluan walau resikonya ketika
datang gilirannya pas sesuatu yang di antrinya habis, seperti antri kamar
mandi, antri ambil konsumsi, antri bak cuci, antri wudhu, belajar - ngaji
sorogan aja juga ngantri ; yang pasti dalam antri harus mampu bersabar bahkan sangat
sabar, bila tidak mampu bersabar maka tidak mungkin bisa antri dengan baik dan
sepanjang apapun antriannya tetap tidak akan menimbulkan rasa khawatir, risau,
resah, gelisah, galau bahkan pertengkaran, perkelahian apalagi dendam sebab
setiap santri yang solider mendapat giliran awal pasti tetap akan memikirkan
kondisi teman-temannya sehingga endingnya tidak ada minimal berkurangnya teman
yang mendapat ta’zir (di hukum) apalagi kena gudiken (penyakit kulit yang
hampir identik dengan kehidupan santri-yang tidak semua santri kena maaf ) gara
gara antri kamar mandi yang panjang, jadi malas mandi atau tetap antri akan
tetapi kehabisan air sehingga tetap tidak jadi mandi, baju jarang di cuci
sehingga muncul aroma yang menyumbat inspirasi. He...he pengalaman nyanding
teman yang enjoy dalam kondisi ini.
Secara
tidak langsung ada pesan dalam ber-antri yaitu untuk ikhtiar dan berfikir
keras bagaimana caranya supaya tidak
mendapat antri paling belakang ? maka santri harus datang duluan, datang lebih
awal, rela bangun pagi, sehingga tanpa menunggu perintah, santri secara
individu harus berfikir dan action langsung untuk mengantisipasi dari antrian
yang panjang dan resikonya akan terlambat dalam melaksanakan kegiatan
berikutnya. Nah ... sebagai santri yang hidup mandiri tanpa didampingi orang
tua maka untuk mendapatkan kondisi antri yang nyaman bisa juga kerja sama
dengan teman-temannya sesama santri, dalam hal ini tanpa ungkapan apapun dan dari
siapapun maka santri tertuntut untuk solidaritas kepada sesama. Dengan
solidaritas santri akan miliki sikap saling menjaga, saling membantu, saling
ngeman bahkan menghargai santri yang lain layaknya menghargai diri sendiri.
Dalam kondisi nyantri atau tinggal di pesantren maka lewat santri yang
solidaritas kepada sesama akan hadirkan kenyamanan hati dan bikin betah tinggal
di pesantren walau tanpa orang tua atau keluarga sedarah.
Ta’awun
yaitu sikap saling tolong menolong, untuk mencapai sesuatu dengan mudah minimal
lancar antrinya, walau ada penghalang-kesulitan akan tetapi menjadi hal yang
tidak berarti ketika dilakukan secara bersama saling tolong menolong sehingga
sebagaimana falsafah siapa yang terbiasa menolong maka akan biasa pula dia
mendapatkan pertolongan.
Antri
juga dapat menggiring santri untuk bersyukur. Bersyukur ketika mendapat
kemudahan antri sebab tidak semua yang antri akan dengan mudah mencapai
tujuannya walau telah menempuh antrian yang lama tapi belum tentu yang di tuju
selalu mulus didapatkan. Bisa juga santri akan bersyukur karena puas dengan
ikhtiarnya, kerja kerasnya, atau karena solidaritas teman temannya.
Qona’ah
adalah karakter berikutnya yang bisa terbentuk dalam rutinitas antri, karena
seringnya antri sehingga hafal dengan kebiasaan suasana antri, apalagi ketika
telah ikhtiar dimana usaha yang dilakukan tidak asal asalan karena sebelum
antri mungkin rela bangun lebih awal, berusaha datang awal namun karena kondisi
juga akhirnya tetap harus qona’ah menerima kondisi yang tidak sesuai dengan
yang di angan-angannya. Memang tidak semua person dapat dengan mudah berqona’ah
layaknya bagi mereka yang tidak mampu menahan emosinya sehingga mudah lepaskan
kemarahannya yang bisa jadi menimbulkan pertengkaran perkelahian bahkan bisa
berlanjut pada dendam berkelanjutan.
Nah...
ketika mampu memeneg emosinya ke arah qona’ah lambat laun dapat di giring
kepada kondisi ikhlas – rela menerima. Sehingga lengkap, lewat aktifitas antri
yang tidak bisa dihindari dalam kehidupan santri di pesantren maka pelan tapi
pasti telah melatih santri untuk tawakkal dimana seseorang bisa dikategorikan bertawakal
karena telah ikhtiar dengan sungguh-sungguh, sabar, syukur, qona’ah dan ikhlas
dan bonusnya akan terbiasa bersikap toleransi, tolong menolong kepada
sesama dimanapun dia berada apalagi jika santri tersebut mau membiasakan diri
merenung atau berfikir dengan berbagai hal yang terjadi pada diri sendiri
maupun yang ada dilingkungannya sekitarnya sehingga lambat laun faham dan tidak
mudah menyalahkan kondisi apalagi menyalahkan orang lain apabila ada maksud
yang belum tercapai sesuai dengan target yang di milikinya.
Rutinitas
antri juga akan mencetak karakter anak menjadi mandiri. Sama halnya
peristiwa-peristiwa sosial yang tanpa di sangka sangka menghadirkan masalah
apalagi ketika muncul kondisi alam yang tidak bersahabat dengan tujuan kita seperti
hujan lebat, angin kencang, panas yang sangat, padahal kegiatan yang harus kita
lakukan bagian dari hal yang wajib dan tidak dapat di tinggalkan, sehingga menuntut
untuk berpikir cepat dalam mencari solusi diri. Naa...h dalam kondisi – kondisi
seperti itu akan memunculkan kekuatan dan kemampuan diri tanpa harus menunggu
orang lain.
Sungguh
berbahagialah insan yang di beri kesempatan untuk merasakan antri bahkan sampai
terasa membosankan bagi yang tidak longgar hatinya ketika antri atau ketika
bersamaan dengan kebutuhan yang susah untuk di tahan (baca kebelet) sehingga
membuat hati yang tidak nyaman, tidak menerima atau rasa-rasa yang lain yang
akan hadir.
Dari uraian di atas dapat di simpulkan bahwa antri apabila di
terima dengan positif thingking akan membentuk 10 karakter pribadi seseorang yaitu :
- Sabar
- Ikhtiar dan berpikir
keras
- Hadirkan sifat solidaritas tinggi (Tasamuh) - kesadaran diri
- Ta’awun – sikap tolong
menolong
- Tumbuhkan sifat syukur
- Qona’ah
- Ikhlas – rela
- Semangat
tinggi - motivasi diri tidak mudah putus asa
- Tidak mudah menyalahkan kondisi
dan orang lain
- Mandiri.
Adapun
antri yang di hadapi dengan negatif thingking – hati yang tidak lapang maka
akan tumbuhkan penyakit hati yang bisa menyulut problem kehidupan secara
pribadi maupun sosial. Antara lain :
- Jenuh
- Jengkel/Kesal
- Permusuhan bahkan bisa membakin seseorang Dendam
Memang
tanpa adanya berpikir secara logis dan sebuah pengamatan yang panjang maka
tidak akan hadir karakter pribadi yang karimah sebagai perwujudan dari aplikasi
antri. Wallohu a’lam bissowab.